Merangkai Diksi dengan Hati


Kelas Belajar Menulis Nusantara 
Gelombang 28
Resume ke-18
Tema            : Diksi dan Seni Bahasa 
Narasumber: Maesaroh, M. Pd.
Moderator   : Widya Arema


Assalamualaikum Wr. Wb., salam sehat dan bahagia sobat hebat!

Gemerlap malam penuh pesona
Bintang gemintang berpendar di angkasa
Menemani khidmatnya malam
Demi sebuah azam 
Cita yang senantiasa tercurah
Berharap tersampaikan ke sang pemilik takdir
Karena kodrat tak mampu diterka logika
Maka, harus tetap dilangitkan
Mimpi terwujud sebab doa dan harapan 


Mencoba merangkai diksi seperti narasumber malam ini, meskipun belum sekeren diksi Ibu Maesaroh, M. Pd., dan Ibu Widya Arema. Sobat hebat juga pasti mau 'kan bisa merangkai diksi sekeren dan sehebat Ibu Maydearly! Pastinya, dong! Pantengin terus materinya, ya!


Diksi – akar katanya dari bahasa Latin: dictionem. Kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi "diction" Kata kerja ini berarti: pilihan kata. Maksudnya, pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif. Sehingga tulisan tersebut memiliki ruh dan karakter kuat, mampu menggetarkan atau mempermainkan pembacanya. 


Dalam sejarah bahasa, Aristoteles – filsuf dan ilmuwan Yunani inilah yang memperkenalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya itu ia sebut diksi puitis yang ia tulis dalam "Poetics"– salah satu karyanya. Seseorang akan mampu menulis indah, khususnya puisi, harus memiliki kekayaan yang melimpah: diksi puitis. Gagasan Aristoteles dikembangkan fungsinya, bahwa diksi tidak hanya diperlukan bagi penyair menulis puisi, tapi juga bagi para sastrawan yang menulis prosa dengan berbagai genre-nya. 
Jadi, diksi tak melulu untuk puisi, ya sobat hebat! Tapi, diksi dijabarkan sebagai kekayaan bahasa, memaknai kata sebagai bentuk keindahan.
 
Keren 'kan penjelasan narasumber kita malam ini! Sebelum kita lanjutkan,  kepoin dulu profil narasumber, yuk!

Agar sobat hebat tahu lebih banyak lagi tentang narasumber, main ke blognya, yuk!


Tahukah sobat hebat sastrawan yang dikenal karena kepiawaiannya dalam menyajikan diksi melalui naskah drama?
Jawabannya adalah....


Yups, sastrawan itu adalah William Shakespeare. William Shakespeare dikenal sebagai sastrawan yang sangat piawai dalam menyajikan diksi melalui naskah drama. Ia menjadi mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romantisme dipadu tragedi. Diksi Shakespeare relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora. Gaya penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang digilas zaman. Mau piawai menyajikan diksi layaknya Shakespeare? Ikuti terus materinya! 

Tips mengembangkan diksi agar menarik!


1. Sense of Touch adalah menulis dengan melibatkan indera peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.
Contoh:
Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi.

2. Sense of Smell adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Teknik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.
Contoh:
Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu kugantungkan di langit harapan.

3. Sense of Taste adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yang tercecap di lidah.
Contoh:
Kukecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari kugenggam Hp tangan kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, diriku bersama centang satu.

4. Sense of Sight adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya. Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.
Contoh:
Derit daun pintu mencekik udara di tengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan.

5. Sense of hearing adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar. 
Contoh:
Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu.

Alhamdulillah, selesai sudah materinya. Sobat hebat tinggal cuuuuus! Merangkai diksi dengan lima citraan, selamat mencoba, dan salam literasi!

Komentar

  1. Top Bangettt... siap ber diksi ria

    BalasHapus
  2. Mantab diksi pembukanya...
    Cinta di atas cinta karna cinta yg utama tehadap Sang Pemilik Takdir😁

    BalasHapus
  3. Mantul diksinya bu lin, semangat menuju garis finish

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan Pertama kelas XII TP 2023/2024

Pengumuman Kelulusan Peserta Didik SMA/SMK Provinsi Nusa Tenggara Barat

Berbagi Informasi Tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin Pembelajaran